Temanku pernah protes, katanya kalau buat tulisan ga pake Bahasa Inggris "so not you". Hehe.. Tapi biar deh sekali-sekali boleh lah ya. Akhir-akhir ini perasaan sedang campur aduk. Stress, banyak pikiran, was-was, menyebabkan malas makan, malas kerja, malas belajar, malas merawat diri, malas olah raga, malas baca. Tapi disaat yang bersamaan merasa bahagia, nyaman, lebih sabar, dan belajar melihat kehidupan dari sisi yang berbeda. Kalau kata Nasywa "Aneh looh, Tante ini!".
Pengen banget bisa cerita semuanya dengan blak-blakan, karena kalau tahu alasan dibalik keanehan ini pasti kalian gak akan merasa ini aneh, wajar malah. Wajar sekali. Duh, bikin bingung ya? Intinya, cerita yang sedang Eci alami ini sebelumnya tidak pernah terbayangkan akan terjadi pada Eci. Jangankan membayangkan terjadi pada Eci, membayangkan terjadi pada orang-orang yang Eci kenal pun tidak. Ceritanya dramatis seperti di film, kisahnya dilematis seperti di lirik lagu. Bahkan mengancam kelangsungan hidup. Literally, um, or not. Well, mari bicarakan hal yang lain.
Hari ini akhirnya bisa libur, setelah nonton El Clasico (ehm) lanjut nyuci dan langsung siap-siap untuk lihat bayi nya Fina. Dijempur Riska, Gilang, dan 'Abi' nya Riska, kami berangkat ke Ambarawa, Pringsewu sekitar jam 10.30 WIB. Sudah hampir 6 bulan gak ketemu Fina, lihat dia dengan perut besarnya saja belum pernah. Huh sahabat macam apa saya ini.
Sedikit cerita tentang Fina: Fina Februaningrum, one of Eci's best friend. And i mean BEST. Orangnya cerdas, tapi sederhana. Asalnya dari desa, tapi pemikirannya sudah sangat maju dan tetap diiringi dengan segala batasan-batasan budayanya (maklum orang Jawa tulen). Apa pun yang Eci ceritakan, Fina pasti paham. Gak perlu berulang kali menjelaskan, malah terkadang cukup dengan tatapan mata saja sudah muncul saling pengertian diantara kami berdua. Dipertemukan di bangku kuliah, sudah 5 tahun kami menjadi teman baik. Seperti semua persahabatan diantara wanita, ada juga saat-saat sensitif, berantem, iri-irian, saling mendiamkan, baikan lagi. Tapi segalanya jadi lebih mudah karena Fina gak egois, selalu tahu kapan harus minta maaf dan kapan harus memaafkan.
Kalau dipikir-pikir lagi malah seringnya Eci yang nge-bully Fina :P. Eci kan dulu moody, perfeksionis, gak mau kalah jadi banyaknya Fina yang ngalah. Maafin Eci ya Fie. hehe.. Tapi Fina orangnya suka ragu, nah disitulah Eci berperan untuk Fina. Eci sering kasih saran-saran kalau Fina lagi butuh pertimbangan logis. Fina memutuskan untuk menikah di usia 23 tahun. Tepat 3 bulan setelah hari wisuda kami. Suaminya, Mas Satrio, harusnya banyak-banyak berterima kasih sama Eci (:P) karena dulu Eci yang encourage Fina untuk tinggalin mantannya yang madesu itu dan meyakinkan dia untuk membuka diri sama Mas Iyo (begitu panggilannyah). Hahaha.. Ya intinya mereka memang jodoh deh.
Nah, kemarin tanggal 10 Desember 2011, jam 20.00 WIB, saat gerhana bulan (penting ya disebut?), telah lahir putra pertama mereka. Tadi kami ke sana untuk jenguk ibu dan bayinya. Alhamdulillah keduanya sehat wal afiat. Aku terharu banget waktu gendong bayinya. What an amazing creature human is! Sahabatku Fina sudah diberi kepercayaan untuk membesarkan seorang putra. We really are growing old. Dari sama-sama MaBa innocent, kuliah, berorganisasi, lulus bareng, kerja, sampai akhirnya Fina menikah dan punya anak. Congratulation, my beloved Fina. Eci akan selalu mendoakan Fina dan insyaallah akan ada untuk Fina maupun keponakanku saat dibutuhkan. Walaupun Fina memilih untuk menjadi full time wife and mother (which is a very noble choice), Eci harap Fina gak berhenti bermimpi dan berusaha menggapai mimpi-mimpi Fina. Dan yang paling penting jangan pernah berhenti belajar. I love you, Sister.